PAINAN, KLIKPOSITIF – Minangkabau terkenal dengan adat istiadatnya, masyarakat adat dari berbagai suku yang dipimpin oleh seorang yang mereka sebut” Datuak”. Datuak adalah salah seorang dari mereka yang dituakan dan diangkat dengan prosesi adat.
Masing-masing suku memiliki satu Datuak dengan gelar berbeda. Seperti suku Panai terkenal dengan Datuak Melintang Panai, Suku Kampai dengan gelar Datuak Bandaro Itam dan begitu selanjutnya dengan suku – suku lain. Prosesi menjadi Datuak (malewakan datuk) pun tak tanggung – tanggung, bahkan sampai menyembelih kerbau dan mengundang orang sekampung.
Tidak mudah menjadi Datuak, sebab semua persoalan suku akan menjadi tanggungjawabnya mulai dari tanah ulayat agama, perselisihan antara keluarga, hingga hukum. Jika itu tidak dijalankan akan dimakan sumpah.
Beratnya ketika disumpah sebagai syarat menjadi Datuak dikutuk Alquran 30 juz “ka ateh indak ba pucuak, ka bawah indak baurek, ditangah-tangah digiriak kumbang” (dimakan sumpah jika tidak menjalankan tanggung jawab).
Menanggapi hal itu, Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit yang juga merupakan Datuak Malintang Panai berpendapat sumpah yang dibebankan kepada seorang datuk yang dilewahkan gelar adat Minangkabau amatlah berat dan kiranya perlu diperbaiki.
“Tidak ada manusia yang sempurna, karena itu mungkin kalimat di kutuk Alquran 30 juz sebaiknya diganti,” katanya saat menghadiri Batagak Pengulu kaum suku Panai di Nagari Painan Timur, Pesisir Selatan, Senin, 29 April 2019.
Menurutnya, sumpah tersebut bisa diganti dengan bahasa yang lebih baik dan tidak memberatkan tanpa mengurangi maksud dan tujuan dari tanggungjawab seorang penguhulu datuk, baik kepada kemenakan dan kampung halamannya.
Nasrul Abit Datuak Malintang Panai menyampaikan, Pengulu yang menerima gelar pusako agar dapat menjalankan amanah dan mampu menjalankan fungsi sebagai Pengulu, serta mampu membangkik batang tarandam, Saciok bak Ayam sadanciang bak basi.
“Seorang penghulu atau datuak memiliki peran strategis dalam memimpin suatu suku atau kaum di tengah masyarakat. Untuk itu kami mengajak para pemimpin atau tokoh adat yang ada disini dapat menjaga dan membimbing anak kemenakan serta membantu pemerintah dalam memajukan daerah,” ajaknya.
Dilanjutkannya, patut menjadi perhatian bersama bahwa semakin banyak kasus, sehingga retaknya hubungan kerabat antara penghulu dengan kemenakan, terkait dengan sako dan pusako.
“Ini sangat memprihatinkan kita, mari kita kemabali saling jaga dan menyelesaikan permasalahan suku dengan bijak,” tukasnya.
Pada kesempatan yang sama Ketua KAN Painai yang dibacakan oleh Harwar Nurdin Datuak Rajo Johan mengucapkan selamat kepada Harlindo Azhar yang telah dilewakan menjadi Datuak Rajo Alam suku Panai Kenagarian Painan.
“Itu artinya duduk samo randah, tagak samo tinggi sama dengan penghulu-penghulu lainnya yang ada di Kenagarian Painan. Mari kita bawa Datuak Rajo Alam “ka hulu sarantak galah, ka hilia sarangkuah dayuang” dam membina dan memberdayakan anak kemenakan, sako jo pusako dilingkungan nagari Painan serta bahu membahu bersama pemerintah untuk membangun nagari dan mensejahterakan masyarakat,” ujarnya.
Lanjut Datuak Rajo Johan mengingatkan, bahwa nenek moyang kita mengajarkan perbedaan pendapat adalah suatu anugerah, pepatah mengatakan “kayu basilang dalam tungku, disinan api mangko ko iduik, disinan nasi mangko ka masak”, yang artinya berbeda pendapat ataupun berbeda pilihan itu merupakan suatu kekayaan adat Minangkabau. Nilai inilah yang diharapkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Biarlah Biduak lalu, kiambang batawik, marilah kita satukan kembali tekad kita untuk membangun nagari kita,” kata Datuak Rajo Johan.
Dalam acara Batagak Pangulu kaum Panai Nagari mengankat Harlindo Azhar menjadi Penghulu bagala Datuak Rajo Alam dihadiri oleh Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit Datuak Malintang Panai, Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni Datuak Bando Basauo, Ketua LKAAM Pesisir Selatan, Ketua KAN Painan serta Niniak Mamak, Bundo Kanduang Painan. (*)