PADANG, KLIKPOSITIF – Perkembangan fintech lending digital di Tanah Air semakin pesat, dan memberikan kemudahan khususnya bagi para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Salah satunya, Amartha hadir memberikan kemudahan bagi para perempuan pelaku usaha mikro.
Uniknya, Amartha fokus pada pelaku UMKM perempuan. Berdiri tahun 2010 lalu, hingga kini Amartha sudah mendanai hampir dua triliun yakni 1,95 triliun kepada 410.000 pengusaha mikro perempuan. Fokusnya, Amartha membiayai modal kerja UMKM yang tidak dibiayai oleh bank, jenis usaha yang masih terbilang kecil dan belum layak dibiayai oleh bank.
“Kami beroperasi di wilayah pedesaan, sebagian besar kami menjangkau ibu-ibu yang memiliki usaha kecil-menengah. Ada 2300 lebih pendamping lapangan atau bisnis partner yang menjadi ujung tombak atau perantara kami, untuk menjangkau ibu-ibu yang ada di wilayah pedesaan yang sebagian besar belum memiliki akses internet,” jelas Direktur Amartha Aria Widyanto usai melakukan talk show di kampus universitas Andalas Padang Sumatera Barat, Sabtu 7 Februari 2020.
Alasan Amartha untuk fokus mendanai usaha mikro perempuan adalah, karena segmen perempuan belum banyak digarap terutama oleh para pelaku pembiayaan formal seperti bank. Lapangan kerja formal seperti bank biasanya didominasi oleh laki-laki, sementara segmen perempuan pengusaha mikro ini cenderung belum diakses oleh lembaga formal, yang usahanya banyak bergerak di rumah, dan jenis usaha yang belum dianggap formal.
“Dengan memberdayakan perempuan, Impact nya lebih dirasakan oleh seluruh anggota keluarga karena bisa menopang ekonomi keluarga, anak-anak mereka bisa sekolah, rumah beres, dan perempuan juga lebih hati-hati dalam mengelola keuangan. Untuk jumlah pinjaman mencapai Rp3 juta hingga Rp15 juta untuk segmen mikro dan ultra mikro,” jelas dia.
Untuk mitra, dia mengatakan syaratnya seorang perempuan yang memiliki usaha, atau berniat mendirikan usaha sehingga pembiayaan yang diberikan amartha adalah untuk pembiayaan modal kerjanya. Kemudian, mereka berkomitmen dan bersedia untuk berkelompok.
“Agar lebih mudah mendedukasi mereka, training lebih efisien. Di sisi lain, jika terjadi kemacetan di salah satu anggota maka akan memudahkan bagi mereka untuk saling membantu. Selain itu, harus punya KTP atau KK untuk memastikan mereka punya identitas untuk validasi,” sambungnya.
Dikatakan juga, kalaupun terjadi bencana gagal bayar dan sebagainya, pihaknya sudah mengantisipasi, salah satunya bekerjasama dengan lembaga penjaminan kredit seperti Jamkrindo, Askrindo untuk mencover kejadian-kejadian luar biasa.
“Untuk bunga, paling rendah 15 persen dan paling tinggi 30 persen, itu untuk jangka 1 tahun,” ungkap dia.
Alur berikutnya, pendamping lapangan akan menginterview ke lapangan apakah layak diberikan dana pada mereka dan berapa jumlah yang akan diberikan. Saat usahanya sudah berkembang, dan pinjaman lunas, jika dia ingin membuka cabang lagi maka Amartha siap memberikan dana lagi.
“Persyaratan menjadi investor juga mudah, syaratnya seperti rekening bank, NPWP, KTP dan lulus Verifikasi oleh Amartha. Satu investor minimal membiayai satu pelaku usaha,” ulasnya.
Diumur Amartha yang ke 10 tahun ini, Amartha mengembangkan sayapnya ke daerah Sumatera Barat dengan merangkul lebih kurang 50 pendamping lapangan untuk memberikan akses pada para perempuan pengusaha mikro agar mendapatkan kemudahan di bidang keuangan.
Sementara itu, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumbar Misran Pasaribu mengatakan, saat ini jumlah fintech ilegal lebih banyak dari yang legal. Fintech ilegal mencapai 803, sementara fintech yang berizin dan terdaftar di OJK hanya 99 (salah satunya adalah Amartha).
“Kita harus pintar-pintar memilih Fintech, jangan sampai tergiur dengan tawaran-tawaran yang tidak masuk diakal. Sebaiknya di cek dulu, apakah sudah terdaftar di OJK atau belum,” tegasnya. (*)