PADANG, KLIKPOSITIF – Harga gambir di Pesisir Selatan seminggu yang lalu merangkak naik mencapai Rp25.000 perkilogram. Namun kini kembali turun bebas pada angka Rp17.000.
Fluktuasi harga sangat berdampak kepada petani gambir di daerah itu, soalnya pengolahan cukup sulit dan butuh biaya serta tenaga besar.
“Harga tidak sebanding dengan biaya pengolahan. Harga kadang naik dan turun secara tiba-tiba, petani selalu dirugikan,” kata Buya Dalisman, petani gambir di Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Kamis, 11 Maret 2021.
Dalisman menyampaikan, fluktuasi harga gambir sudah lama terjadi, namun tidak tampak upaya pemerintah untuk menstabilkan harga.
“Dulu ada progam resi gudang bertujuan untuk menstabilkan harga. Pemerintah provinsi melalui Dinas Perdagangan, Dinas Pertanian membangun gudang penyimpanan jika gambir murah disimpan di gudang dulu. Tetapi hanya sebatas wacana tidak tampak wujudnya hingga kini,” terangnya.
Buya Dalisman menilai, pemerintah tidak serius menyelesaikan persoalan monopoli harga dari pemain besar. Apalagi menurutnya yang memonopoli harga saudagar dari India.
“Pemerintah tidak punya nyali sama saudagar India, buktinya mereka bisa memonopoli harga sesuka hati mereka. Naik, turun dan ntah kapan naik lagi harga ini. Petani semakin sengsara,” kata mantan anggota dewan itu.
Tidak hanya petani, pengepul gambir di daerah juga merasakan dampak dari turun naik harga. Bahkan pengepul di nagari – nagari rugi belasan juta akibat fluktuasi harga yang dimainkan saudagar India.
“Saudagar India ini menurunkan harga sesuka hati mereka saja, kami pengepul kecil rugi. Karena sudah dibeli dengan harga tinggi dan harus dijual dengan harga murah karena tiba-tiba harga turun,” ungkap Aad pengepul gambir di Kecamatan Sutera.
Akibatnya, pengepul kecil di daerah rugi. Parahnya, Saudagar India yang menampung gambir dari daerah tidak memberikan harga tunggu kepada pengepul.
“India tetap beli dengan harga murah, kami tentu rugi. Barang sudah dibeli dengan harga tinggi dijual murah. Mereka tidak mau tahu,” sebutnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar Syafrizal membenarkan resi gudang yang digagas sebelumnya tidak berjalan maksimal.
Walau demikian, Dinas Pertanian memberikan solusi lain agar gambar dihargai lebih tinggi, terutama untuk gambir dari Pesisir Selatan.
“Kami terus mendorong petani gambir untuk meningkatkan kualitas produksi. Kami juga mengajak petani kita yang dari Pessel untuk studi banding ke Limapuluh Kota agar gambir di Pessel dihargai seperti Limapuluh Kota,” ujarnya saat dihubungi KLIKPOSITIF.
Menurutnya, petani di Pessel perlu meningkatkan kualitas produksi sehingga tidak penjualan tidak bergantung pada saudagar India. Pasar lokal sudah mulai terbuka untuk komoditi ini.
“Limapuluh Kota cukup bagus mereka jual ke Surabaya untuk bahan baku tenun batik. Artinya mereka tidak tergantung ke India, tetapi kualitasnya memang bagus. Kami mendorong Pessel untuk berbenah dalam kualitas,” katanya.
Kepala BIdang (Kabid) Perdagangan, Disperindag Sumbar Ridonald membenarkan, harga gambir mengikuti mekanisme pasar. Harga bergerak bebas sesuai hukum permintaan dan penawaran (supply and demand). Jika suplai lebih besar dari demand, maka harga akan cenderung rendah. Begitupun jika demand lebih tinggi sementara suplai terbatas, maka harga akan cenderung mengalami peningkatan.
“Sudah puluhan tahun, dari dulu pengusaha kita sulit untuk lepas dari mereka (saudagar India). Tetapi ekspor kita juga ke Pakistan ,” ungkapnya.
Untuk itu, provinsi mendorong lahirnya eksportir lokal yang lebih bersahabat dengan petani. Ridonald menginformasikan, sudah ada anak muda dari Sumbar yang berhasil menembus pasar ekspor. Selain itu pusat dan provinsi mendorong kabupaten dan kota untuk memanfaatkan resi gudang sebagai wadah pengelolaan.
“Limapuluh Kota akan melakukan pengelolaan, mereka menyatakan akan tetapkan pengelola gudang. Kami juga mendorong industri pengolahan lahir tetapi blum ada investor yang tertarik. Semoga ke depan ada investor tertarik industri pengolahan,” terangnya.
KLIKPOSITIF mencoba menghubungi salah seorang saudagar India atas nama Mr. Kumar untuk klarifikasi persoalan harga gambir, tetapi belum merespon. Pesan WhatsApp yang dikirim dari beberapa hari yang lalu baru sebatas dibaca saja. (*)